Senin, 04 November 2013

NAMA: MUHAMMAD HUSIN
NIM: 201110080311058


ANALISIS PERBANDINGAN FEMENISME GENDER DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN BUMI MANUSIA KARYA AHMAD TOHARI
  1. Pendahuluan
Karya sastra diciptakan pengarangnya untuk menyampaikan sesuatu kepada penikmat karyanya. Sesuatu yang ingin disampaikan pengarang adalah perasaan yang dirasakan saat bersentuhan dengan kehidupan sekitarnya. Oleh sebab itu karya sastra tidak akan pernah lepas dari kehidupan masyrakat.
Novel adalah pengungkapan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan pikiran yang tegas. Dalam hal ini, novel merupakan suatu wadah dalam menyampaikan ide sesuai dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan sastrawan. Sastrawan yang profesional akan berusaha memahami kehidupan dan menghasilkan karya sastra yang benar-benar bermanfaat dan terdapat pesan bagi pembacanya. Novel juga memiliki struktur yang mendukungnya seperti penokohan, alur, latar, tema dan amanat. Struktur tersebut memberikan kesan hidup pada novel.
Gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan. Jika perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai hak untuk menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimiliki oleh kaum laki-laki.
Novel Bumi Manusia, lebih cenderung memakai feminisme sosialis dibandingkan dengan Novel Orang-orang Proyek. Feminisme sosialis berjuang untuk menghapus sistem kepemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir kepemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami gender untuk memahami perempuan. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yang terjadi diberbagai tingkatan masyarakat.
Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence. Pada dasarnya, kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan gender, di antaranya: pemerkosaan terhadap perempuan, kekerasan dalam bentuk pelacuran (prostitution), dan kekerasan dalam bentuk pornografi.

  1. Sinopsis
  1. Sinopsis Novel Orang-orang Proyek
Kabul. Ir. Kabul merupakan tokoh utama yang juga merupakan mantan aktivis kampus yang sangat idealis menentang kecurangan pemerintah. Ahmad Tohari menempatkan Kabul sebagai cerminan kaum intelektual saat Orde Baru berkuasa. Kabul bersifat idealis, berpikiran lurus namun tetap rendah hati terhadap semua orang. Tatkala atasannya maupun pejabat sekitar Sungai Cibawor merecoki proyek yang diemban Kabul, ia tetap bersikukuh dengan prinsip yang ia pegang kuat sejak masih menjadi mahasiswa. Namun, lama-kelamaan Kabul tak kuasa menahan gejolak idealismenya yang seakan ditelanjangi para penguasa Orde Baru. Pada akhirnya, Ir. Kabul mengundurkan diri sebagai pimpinan proyek pembangunan jembatan tersebut.
Wati. Sekretaris proyek yang dipimpin oleh Kabul ini hadir memberi warna tersendiri. Sosok gadis desa yang cantik, anggun namun hatinya meleleh jika bertemu Kabul dapat digambarkan oleh Ahmad Tohari dengan unik. Kebiasaannya merengut jika dicuekin oleh Kabul membuat saya tersenyum. Bisa dibilang sosok Wati merupakan tokoh pencair suasana tatkala konflik-konflik menyerang Kabul. Yang saya cermati, Ahmad Tohari mampu mencipta tokoh wanita ini dengan apik dan tidak berlebihan.
Pak Tarya. Novel ini diawali dengan suasana Sungai Cibawor sehabis tiga hari yang lalu dilanda banjir besar. Dan di tepian Sungai itu terdapat Pak Tarya yang sedang memancing tanpa tujuan. Kehadiran tokoh Pak Tarya pada Orang-Orang Proyek semacam malaikat bagi tokoh utama. Sosoknya yang sederhana, nyeleneh namun di sisi lain sangat cerdas dan peka terhadap situasi politik saat itu sangat unik. Kabul yang emosinya masih labil banyak mendapat wejangan-wejangan tersirat dari Pak Tarya. Tapi seringkali Pak Tarya muncul pada waktu yang terlambat, sehingga membuat pembaca geregetan menyaksikan konflik batin yang kerap kali terjadi pada Kabul.
Basar. Sahabat Kabul sesama aktivis kala masih menjadi mahasiswa ini muncul sebagai Kepala Desa sekitar Sungai Cibawor. Dorongan orangtua yang berhasrat menyalonkan dirinya menjadi Kades ia terima dengan penuh keterpaksaan. Jiwa mantan aktivis yang sepaham dengan Kabul ironis dengan kedudukan dirinya sebagai kaki tangan pemerintah Orde Baru. Proyek pembangunan jembatan banyak direcoki pemerintah. Tentu saja Basar yang merupakan pejabat pemerintah paling rendah sangat kelimpungan. Ia hanya dapat berdiskusi dengan Kabul yang sama-sama bimbang menghadapi kenyataan yang tak sesuai impian yang mereka cita-citakan pada saat menjadi aktivis dulu. Namun, akhirnya kebimbangan kedua sahabat itu mampu dicairkan oleh tokoh Pak Tarya.
Dalkijo. Picik! Inilah kata yang pantas saya sematkan kepada tokoh ini. Dalkijo mewakili sosok insinyur pragmatis yang sudah terdoktrin oleh gelimang kemewahan ala birokrat. Ciri khasnya memakai kaca mata hitam branded, jaket kulit dan motor Harley Davidson memperkuat karakter piciknya. Beberapa kali ia berseteru tentang betapa pentingnya pemenuhan kualitas material jembatan dengan Kabul. Namun pada akhirnya Kabul yang mengalah. Di akhir cerita Dalkijo memaksakan kehendaknya memakai material-material bekas demi mengejar jadwal peringatan acara HUT GLM yang semakin mepet. Tentu saja Kabul sangat mengecam keputusan Dalkijo tersebut, dan ia mengundurkan diri sebagai penanggung jawab proyek jembatan Cibawor.Mak Sumeh. Tokoh Mak Sumeh hadir sebagai tokoh yang nyinyir (kalau istilah masa kini: kepo) dan membuat pembaca geregetan. Pemilik warung di sekitar lokasi proyek ini begitu dominan melengkapi seluruh rangkaian isi novel. Kekaguman Wati kepada Kabul berulangkali dituturkan Mak Sumeh dengan polos dan blak-blakan. Namun Kabul tak menggubrisnya walaupun ia sempat juga kesal akan kenyinyiran Mak Sumeh. Di sisi lain Mak Sumeh mewakili wong cilik yang jeli memanfaatkan peluang usaha di sebuah tempat yang ramai, dalam hal ini lokasi proyek jembatan Cibawor.
Tante Ana. Sekali lagi Ahmad Tohari begitu cerdas mencipta tokoh yang berkarakter kuat dan khas. Tokoh Tante Ana maupun Mak Sumeh hadir membawa corak yang membuat konflik-konflik pada Orang-Orang Proyek mencair. Alunan kecrek dan suaranya yang berat kelaki-lakian begitu menghibur para pekerja proyek. Tante Ana mampu hadir sebagai penghibur kaum jelata yang haus akan hiburan. Terkadang ia rela mengamen tanpa dibayar recehan sekalipun oleh orang-orang proyek. Tante Ana merupakan anomali dari wong cilik yang begitu sukarela berbagi kebahagiaan dengan sesama. Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan Dalkijo yang hidup mapan dan bergelimang kemewahan itu.
Walaupun tidak sedalam karya fenomenalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, namun saya pikir Orang-Orang Proyek tetap memperlihatkan keberpihakan Ahmad Tohari terhadap orang kecil. Sudah barang tentu tokoh Kabul merupakan cerminan dari kegelisahan Ahmad Tohari terhadap para birokrat Orde Baru yang semena-mena. Novel ini sangat cocok dibaca oleh semua kalangan, terutama para mahasiswa yang harus senantiasa memperjuangkan idealismenya dan menolak menyerah terhadap kemunafikan di negeri ini.
  1. Sinopsis Bumi Manusia
Bumi Manusia” karya yang begitu mengagumkan, di dalamnya begitu banyak pesan yang disampaikan secara tersirat maupun tersurat. Pramoedya Ananta Toer membuat ceritanya mengalir begitu saja dengan berbagai konflik monumental. Buku yang pernah saya baca memang tidaklah banyak, tapi sepanjang pengalaman saya dalam membaca buku, baru kali pertama ini saya merasa benar-benar jatuh cinta pada buku. Kisah yang disajikan berlatar pada akhir abad 19 menjelang abad 20, memuat tentang keadaan sosial pada saat itu dengan segala permasalahan yang ada. Alur ceritanya begitu menarik untuk diikuti, keadaan masyarakat pada masa pemerintahan Hindia Belanda ia gambarkan dengan begitu jelas. Berbagai permasalahan ia tuliskan dengan jelas hampir tanpa celah. Dalam tulisannya sendiri ia mengisahkan tentang kisah cinta antara seorang pribumi dengan gadis Indo keturunan Belanda. Minke.!! seorang pribumi yang mempunyai pola pikir layaknya seorang Eropa, ia memang bukanlah keturunan pribumi biasa, dalam darahnya masih mengalir darah para raja jawa, tetapi dirinya sendiri sudah hampir bukan seorang jawa, hanya tubuhnya saja yang jawa tetapi semua pandangannya tentang hidup sudah benar-benar seperti pandangan seorang Eropa, suatu hal yang tidak biasa pada zamannya. Ia adalah pemuda yang cerdas, penyuka sastra, berbeda dengan pemuda lainnya pada zamannya. Annelis Mellema, gadis yang begitu cantik, bahkan dalam buku ini kecantikannya disebut-sebut melebihi kecantikan daripada Ratu Nederland pada saat itu, Ratu Wilhelma. Ia merupakan putri dari seorang “Nyai”, bukan seorang Nyai biasa, bukan hanya seorang gundik yang seringkali dianggap menjijikan. Ia merupakan putri dari seorang ibu yang luar biasa, seorang ibu yang begitu mampu mengurusi banyak pekerjaan setelah Tuan Mellema, tuannya, suami tidak sahnya, berubah menjadi “orang gila” orang yang sudah tidak peduli pada apapun disekelilingnya. Annelis lebih memilih untuk menjadi seorang pribumi seperti ibunya, walaupun ayahnya merupakan seorang belanda, gadis ini begitu manja pada mamanya, sikapnya begitu manis. Sangat bertolak belakang dengan sikap Annelis, abangnya, Robert Mellema merasa bahwa dirinya seorang Belanda tulen dan ia pun tidak menganggap Nyai sebagai ibunya, ia sangat mengagumi ayahnya walaupun Ayahnya sendiri sudah tak perduli apapun lagi termasuk dirinya.
Pramoedya menuliskan kisah ini dengan sangat indah, kata-kata puitis bertebaran disana-sini. Berbagai konflik terjadi, permasalahan disana-sini, semua ia gambarkan dengan sangat nyata. Kisah dimulai dengan keseharian Minke, seorang siswa H.B.S dengan berbagai kegiatannya, kemudian digambarkan berbagai situasi pada masa itu, keseharian masyarakat pada masa itu, semuanya diselipkan oleh Pramoedya dengan begitu cerdas. Pada suatu waktu Minke diajak oleh temannya Robert Suurhof untuk datang ke rumah temannya di wonokromo. Minke sudah sering mendengar desas-desus tentang keberadaan satu keluarga yang mempunyai perusahaan besar di wonokromo. Nyai Ontosoroh, begitulah orang kampung menyebutnya, pemilik dari perusahaan besar bernamaBoerderij Boeitenzorg, diisukan Nyai memiliki kekuatan magis yang membuat tuannya sendiri bertekuk lutut padanya, selain itu nyai juga dikabarkan mempunyai pengawal yang begitu menyeramkan, Darsam namanya. Disaat Minke terus ketakutan memikirkan hal itu, tetapi tiba-tiba kereta kuda mereka berhenti di depan gerbang sebuah rumah megah, lalu Robert Suurhof mengajak turun. Dalam pikiran Minke berkecamuk, inikah rumah Nyai Ontosoroh?, Robert Suurhof tidak peduli pada berita-berita itu karena ia seorang totok, belanda tulen dan tidak pernah peduli dengan apa yang dibicarakan oleh para pribumi. Mereka berdua masuk, dan dari sinilah kisah cinta ini dimulai dengan berbagai konflik yang rumit dan menegangkan.
Walaupun buku ini memuat kisah cinta, tetapi buku ini tidak mengajarkan kita untuk menjadi cengeng karena sesuatu yang bernama “cinta”. Buku ini membuat kita seolah-olah berada pada masa itu, menyaksikan langsung berbagai peristiwa yang terjadi, membuka pikiran kita tentang kehidupan dalam masa pemrintahan Hindia Belanda atau hanya sebuah Penjajahan Oleh orang-orang Belanda?. Buku ini sesungguhnya memuat semua hal yang sering terjadi pada akhir abad 19 dan menjelang abad 20. Berbagai ketidak adilan yang dilakukan oleh kaum kolonial, kemunculan pemikiran-pemikiran tentang hutang budi belanda kepada Hindia, pemikiran-pemikiran untuk keadilan para pribumi, sikap masyarakat yang ada pada saat itu, teknologi yang berkembang pada saat itu, strata sosial yang ada pada saat itu, semuanya terbalut dengan indah dalam kisah cinta yang terjalin antara Minke dengan Annelis.Walaupun pada akhir kisah dalam buku ini bisa dibilang agak menyedihkan, tetapi buku ini adalah buku pertama dari empat rangkaian buku karya Pramoedya Ananta Toer, jadi kita belum bisa menyimpulkan akhir kisah hanya dengan membaca buku ini saja, ketiga buku lanjutannya adalah; Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Keempat buku ini pernah dilarang peredarannya oleh jaksa agung dari rentang waktu tahun 1981 hingga tahun 1988, entah apa alasannya, mungkin karena isinya yang dianggap tabu pada waktu itu, atau mungkin juga karena ada “alasan lain”. Selain empat rangkaian buku ini, karya-karyanya yang lain juga seringkali dilarang peredarannya, bahkan yang lebih parahnya tak jarang pula dibakar. Walaupun begitu saya kira buku ini sangat perlu untuk dibaca, menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang melewati hidup dengan berbagai permasalahannya yang pelik.
  1. Pembahasan
  1. Analisis Novel Orang-orang Proyek
     a.   Analisis Kekerasan Terhadap Perempuan
Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Sri, Mita, dan Sonah mereka merupakan tokoh yang mengalami kekerasan dalam novel ini. Sri, Mita, dan Sonah mereka menjadi pelayan warung di Mak Sunah, dalam hal ini mereka mengalami kekerasan dalam hal Psikologi karena mereka masih dibawah umur dan pelecehan seksual, mereka harus menahan godaan dari para pekerja proyeks. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
Mak Sumeh membawa barisan pelayan warung; Sri, Mita, dan Sonah. Ketiganya baru belasan tahun, tidakhanya pintar menjadi juru saji, melainkan juga pandai menjual senyum” (OOP 2007:16).
Pada tokoh Wati juga mengalami Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Wati mereka merupakan tokoh yang mengalami kekerasan dalam novel ini. Dalam hal ini Wati mengalami kekerasan dalam hal pelecehan seksual, tokoh Wati harus menahan godaan dari para pekerja proyeks. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini:
Atau menerima Wati juga tidak salah, karena ternyata dia berhasil menghadirkan keperempuan dalam lingkaran Proyek yang terasa sangat lelaki. Pelaksana mandor, kuli, mesin molen, generator, batuk kali, godam, pipa sampai besi beton, semua terasa keras dan kasar mewakili kelakian” (OOP 2007:24).
Pada tokoh Tante Ana juga mengalami Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Tante Ana sebenarnya laki-laki tetapi dia mengubah dirinya menjadi wanita penghibur di dalam proyek dalam. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
Demi apa? Sangat bolej jadi demi sepotong pengakuan bahwa dirinya perempuan meskipun secara lahir dia laki-laki. Ah tante Ana, pengakuan itu tidak akan kau dapat, kecuali sekedar untuk seloroh. Dan kepala Kabul terasa berat” (OOP 2007:61”.
  1. Analisis Novel Bumi Manusia
         a. Kekerasan terhadap Perempuan
Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Annelies, Maiko, Min Hwa dan Sie-sie merupakan tokoh yang mengalami kekerasan dalam novel ini. Annelies mengalami kekerasan saat ia diperkosa oleh saudaranya sendiri yaitu Robert Mellema. Robert melakukan hal tersebut tanpa kerelaan dari Annelies. Padahal Annelies adalah adiknya sendiri. Namun, Robert tidak peduli dengan perasaan dan sakit yang dirasakan Annelies. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
Kemudian ternyata olehku dia hendak perkosa aku, sebelum membunuh.
Ia sobeki pakaianku. Mulutku tetap tersumbat. Dan kudaku meringkik-ringkik keras. Betapa sekarang kupinta pada kudaku untuk menolong.
Kubelitkan kedua belah kakiku seperti tambang, tapi ia urai dengan lututnya yang perkasa. Kecelakaan itu tak dapat dihindarkan.” (BM, 2010:362-363).
Juga dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Tangannya yang kotor memegangi bahuku dan aku marahi. Dia merangsang aku, Mas, seperti kerbau gila. Karena kehilangan keseimbangan aku jatuh dalam glagahan. Sekiranya waktu itu ada tunggul glagah tajam, matilah aku tertembusi. Ia menjatuhkan dirinya padaku. Dipeluknya aku dengan tangan kirinya yang sekaligus menyumbat mulutku. Aku tahu akan dibunuh. Dan aku meronta, mencakari mukanya. Otot-ototnya yang kuat tak dapat aku lawan. Aku berteriak-teriak memanggil Mama dan Darsam. Suara itu mati di balik telapak tangannya. Pada waktu itu aku baru mengerti peringatan Mama: Jangan dekat pada abangmu. Sekarang aku baru mengerti, hanya sudah terlambat. Sudah lama Mama menyindirkan kemungkinan dia rakus akan warisan Papa.”(BM, 2010:362).
Maiko, Min Hwa dan Sie-sie yang berprofesi sebagai perempuan penghibur sering menerima tindakan kekerasan saat mereka melayani tamu. Kekerasan juga mereka terima dari Tuannya apabila pelanggan mereka semakin berkurang, sehingga Tuannya marah dan melakukan kekerasan sebagai hukuman atas berkurangnya pelanggan tersebut sehingga pemasukan Tuannya semakin berkurang. Berikut kutipannya.
Tetapi kebanggaanku tidak terlalu lama umurnya. Hanya lima bulan. Majikanku, orang Jepang itu, kemudian terlalu benci padaku. Aku sering dipukulinya. Malah pernah aku disiksanya dengan sundutan api rokok. Soalnya karena langgananku semakin berkurang juga.” (BM, 2010:252). Juga dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Tiga orang disingkirkan dari barisan. Ah Tjong memerintahkan pada para perempuan sisanya, kecuali aku, untuk mengikat mereka dengan tali. Mulut mereka disumbat. Ah Tjong sendiri yang menghajar tubuh mereka dengan cambuk kulit, tanpa mengeluarkan suara dari mulut mereka yang tersumbat dengan selendang.” (BM, 2010:255).
Banyak orang yang menggunakan perempuan sebagai penghasilan dengan cara mempekerjakan mereka sebagai pekerja seks komersial. Padahal semua itu adalah sebuah pelecehan seksual terhadap kaum perempuan. Pelecehan seksual bukanlah sebuah usaha untuk bersahabat, karena tindakan tersebut tidak disenangi dan merugikan pihak perempuan. Pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan suatu tindakan perendahan derajat kaum wanita. Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Fakih, 2008:17). Kekerasan terhadap jenis kelamin perempuan disebabkan karena perbedaan gender. Hal tersebut mencakup kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan dan penciptaan ketergantungan.
Perbedaan gender dan sosialisasi gender yang amat lama, sehingga mengakibatkan kaum perempuan secara fisik lebih lemah, maka hal tersebut mendorong laki-laki boleh dan bisa seenaknya memukul dan memperkosa perempuan. Banyak terjadi pemerkosaan perempuan justru bukan karena unsur kecantikan, namun karena kekuasaan dan stereotipe gender yang lekat pada kaum perempuan (Fakih, 2008:75).

b. Subordinasi Perempuan
 
Nyai Ontosoroh juga mengalami subordinasi atau dianggap rendah posisinya oleh Tuannya Herman Mellema sendiri saat ia menjadi seorang gundik, Tuan Herman Mellema menganggapnya sebuah boneka. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
Sayang, sayangku, bonenakaku, sayang, sayang.” (BM, 2010:125).
Juga terdapat dalam kutipan sebagai berikut.
Layani Nyaiku ini baik-baik!”(BM, 2010:126).
Subordinasi lain yang dialami Nyai Ontorosoh saat ia tidak pernah mengecami pendidikan formal seperti sekolah, hal tersebut terjadi karena anggapan orang tuanya bahwa perempuan hanya perlu membantu dirumah saja. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
Sekolah?” ia menelengkan kepala seperti sedang mengintai langit, menjernihkan ingatan. “Seingatku belum pernah.” (BM, 2010:105).
Annelies sebagai tokoh pendamping juga mengalami subordinasi, dalam hal ini Annelies mengalami subordinasi ketika ia dikeluarkan dari sekolah dan tidak melanjutkannya lagi, ia juga bekerja di rumah membantu ibunya yaitu Nyai Ontosoroh. Sehingga Annelies tidak dapat mengecam pendidikan saat ia kecil seperti anak-anak lainnya. Hal tersebut dapat diketahui dalam kutipan berikut.
E.L.S., tidak tamat, belum lagi kelas empat.” (BM, 2010:35).
Sedangkan Maiko, Sie-sie, Min Hwa, dan perempuan-perempuan yang dijadikan pekerja seks oleh Ah Tjong di rumah plesirannya untuk memuaskan nafsu para tamu yang datang berkunjung. Dijadikan sebagai pemuas nafsu para tamu juga memandang rendah seorang perempuan. Berikut kutipannya.
Pelempuan-pelempuan cantik begini hibulan hidup, Nyo. Sayang Sinyo tidak suka yang Tionghoa,” ia tertawa menusuk,”Nah, ini kamal laja yang kumaksud. Hanya Tuan Majool boleh pakai ini. Kebutulan dia sedang pigi ke Hongkong.” (BM, 2010:249).
Di sini jelas terlihat bahwa posisi perempuan sangat rendah dibandingan dengan aki-laki, dimana banyak perempuan dijadikan sebagai perempuan penghibur dan pemuas nafsu lelaki hidung belang. Padahal seorang perempuan juga mempunyai harga diri, punya hak untuk hidup tanpa menjadi budak nafsu seorang laki-laki.
  1. Perbandingan Novel Orang-orang Proyek dan Novel Bumi Manusia

NO
NOVEL
TOKOH
FEMENISME
NOVEL
TOKOH
FEMENISME
1
Bumi Manusia
Annelies
Kekerasan terhadap perempuan
Orang-orang Proyek
Sri
Kekerasan terhadapa perempuan (pelcehan seksual dan psikologi) karena bekerja di bawah umur.
2
Bumi Manusia
Maiko
Kekerasan terhadapa perempuan (Fisik)
Orang-orang Proyek
Mita
Kekerasan terhadapa perempuan (pelcehan seksual dan psikologi) karena bekerja di bawah umur.
3
Bumi Manusia
Sie-sie
Kekerasan terhadapa perempuan (fisik)
Orag-orang Proyek
Sonah
Kekerasan terhadapa perempuan (pelcehan seksual dan psikologi) karena bekerja di bawah umur.
4
Bumi Manusia
Min Hwa
Kekerasan terhadapa perempuan (Fisik)

Wati
Kekerasan terhadapa perempuan (pelecehan seksual, karena harus menahan godaan dari oranh pekerja proyek).
5
Bumi Manusia
Nyai Ontosoroh
Subordinasi perempuan (perempuan yang dianggap rendah)




Daftar Pustaka
Toer, Pramoedya Ananta. 2010. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara.
Tohari, Ahmad. 2007. Orang-orang Proyek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&sqi=2&ved=0CDMQFjAC&url=http%3A%2F%2Fpmiiunira.weebly.com%2Fuploads%2F5%2F4%2F0%2F5%2F5405201%2Fteori_gender_feminisme.doc&ei=TRt2UrHsB478rAfk_oGgAw&usg=AFQjCNFUrXfl62XOoVRIAv_O9LXjk7w4HA&bvm=bv.55819444,d.bmk