NAMA:
MUHAMMAD HUSIN
NIM:
201110080311058
ANALISIS
PERBANDINGAN FEMENISME GENDER DALAM NOVEL BUMI MANUSIA KARYA
PRAMOEDYA ANANTA TOER DENGAN BUMI MANUSIA KARYA AHMAD TOHARI
- Pendahuluan
Karya sastra
diciptakan pengarangnya untuk menyampaikan sesuatu kepada penikmat
karyanya. Sesuatu yang ingin disampaikan pengarang adalah perasaan
yang dirasakan saat bersentuhan dengan kehidupan sekitarnya. Oleh
sebab itu karya sastra tidak akan pernah lepas dari kehidupan
masyrakat.
Novel
adalah pengungkapan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang
tegang, dan pemusatan pikiran yang tegas. Dalam hal ini, novel
merupakan suatu wadah dalam menyampaikan ide sesuai dengan apa yang
dipikirkan atau dirasakan sastrawan. Sastrawan yang profesional akan
berusaha memahami kehidupan dan menghasilkan karya sastra yang
benar-benar bermanfaat dan terdapat pesan bagi pembacanya. Novel juga
memiliki struktur yang mendukungnya seperti penokohan, alur, latar,
tema dan amanat. Struktur tersebut memberikan kesan hidup pada novel.
Gerakan
feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem
dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi
perempuan maupun laki-laki. Feminisme merupakan kegiatan
terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan.
Jika perempuan sederajat dengan laki-laki, berarti mereka mempunyai
hak untuk menentukan dirinya sendiri sebagaimana yang dimiliki oleh
kaum laki-laki.
Novel
Bumi Manusia, lebih cenderung memakai feminisme sosialis dibandingkan
dengan Novel Orang-orang Proyek. Feminisme sosialis berjuang untuk
menghapus sistem kepemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir
kepemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri
dihapuskan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender
untuk memahami gender untuk memahami perempuan. Ketidakadilan gender
termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yang terjadi
diberbagai tingkatan masyarakat.
Kekerasan
yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence.
Pada dasarnya, kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan
kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk kekerasan
gender, di antaranya: pemerkosaan terhadap perempuan, kekerasan
dalam bentuk pelacuran (prostitution), dan kekerasan dalam bentuk
pornografi.
- Sinopsis
- Sinopsis Novel Orang-orang Proyek
Kabul. Ir. Kabul
merupakan tokoh utama yang juga merupakan mantan aktivis kampus yang
sangat idealis menentang kecurangan pemerintah. Ahmad Tohari
menempatkan Kabul sebagai cerminan kaum intelektual saat Orde Baru
berkuasa. Kabul bersifat idealis, berpikiran lurus namun tetap rendah
hati terhadap semua orang. Tatkala atasannya maupun pejabat sekitar
Sungai Cibawor merecoki proyek yang diemban Kabul, ia tetap
bersikukuh dengan prinsip yang ia pegang kuat sejak masih menjadi
mahasiswa. Namun, lama-kelamaan Kabul tak kuasa menahan gejolak
idealismenya yang seakan ditelanjangi para penguasa Orde Baru. Pada
akhirnya, Ir. Kabul mengundurkan diri sebagai pimpinan proyek
pembangunan jembatan tersebut.
Wati. Sekretaris
proyek yang dipimpin oleh Kabul ini hadir memberi warna tersendiri.
Sosok gadis desa yang cantik, anggun namun hatinya meleleh jika
bertemu Kabul dapat digambarkan oleh Ahmad Tohari dengan unik.
Kebiasaannya merengut jika dicuekin oleh Kabul membuat saya
tersenyum. Bisa dibilang sosok Wati merupakan tokoh pencair suasana
tatkala konflik-konflik menyerang Kabul. Yang saya cermati, Ahmad
Tohari mampu mencipta tokoh wanita ini dengan apik dan tidak
berlebihan.
Pak Tarya. Novel ini
diawali dengan suasana Sungai Cibawor sehabis tiga hari yang lalu
dilanda banjir besar. Dan di tepian Sungai itu terdapat Pak Tarya
yang sedang memancing tanpa tujuan. Kehadiran tokoh Pak Tarya pada
Orang-Orang Proyek semacam malaikat bagi tokoh utama. Sosoknya yang
sederhana, nyeleneh namun di sisi lain sangat cerdas dan peka
terhadap situasi politik saat itu sangat unik. Kabul yang emosinya
masih labil banyak mendapat wejangan-wejangan tersirat dari Pak
Tarya. Tapi seringkali Pak Tarya muncul pada waktu yang terlambat,
sehingga membuat pembaca geregetan menyaksikan konflik batin yang
kerap kali terjadi pada Kabul.
Basar. Sahabat Kabul
sesama aktivis kala masih menjadi mahasiswa ini muncul sebagai Kepala
Desa sekitar Sungai Cibawor. Dorongan orangtua yang berhasrat
menyalonkan dirinya menjadi Kades ia terima dengan penuh
keterpaksaan. Jiwa mantan aktivis yang sepaham dengan Kabul ironis
dengan kedudukan dirinya sebagai kaki tangan pemerintah Orde Baru.
Proyek pembangunan jembatan banyak direcoki pemerintah. Tentu saja
Basar yang merupakan pejabat pemerintah paling rendah sangat
kelimpungan. Ia hanya dapat berdiskusi dengan Kabul yang sama-sama
bimbang menghadapi kenyataan yang tak sesuai impian yang mereka
cita-citakan pada saat menjadi aktivis dulu. Namun, akhirnya
kebimbangan kedua sahabat itu mampu dicairkan oleh tokoh Pak Tarya.
Dalkijo. Picik!
Inilah kata yang pantas saya sematkan kepada tokoh ini. Dalkijo
mewakili sosok insinyur pragmatis yang sudah terdoktrin oleh gelimang
kemewahan ala birokrat. Ciri khasnya memakai kaca mata hitam branded,
jaket kulit dan motor Harley Davidson memperkuat karakter piciknya.
Beberapa kali ia berseteru tentang betapa pentingnya pemenuhan
kualitas material jembatan dengan Kabul. Namun pada akhirnya Kabul
yang mengalah. Di akhir cerita Dalkijo memaksakan kehendaknya memakai
material-material bekas demi mengejar jadwal peringatan acara HUT GLM
yang semakin mepet. Tentu saja Kabul sangat mengecam keputusan
Dalkijo tersebut, dan ia mengundurkan diri sebagai penanggung jawab
proyek jembatan Cibawor.Mak Sumeh. Tokoh Mak Sumeh hadir sebagai
tokoh yang nyinyir (kalau istilah masa kini: kepo) dan membuat
pembaca geregetan. Pemilik warung di sekitar lokasi proyek ini begitu
dominan melengkapi seluruh rangkaian isi novel. Kekaguman Wati kepada
Kabul berulangkali dituturkan Mak Sumeh dengan polos dan blak-blakan.
Namun Kabul tak menggubrisnya walaupun ia sempat juga kesal akan
kenyinyiran Mak Sumeh. Di sisi lain Mak Sumeh mewakili wong cilik
yang jeli memanfaatkan peluang usaha di sebuah tempat yang ramai,
dalam hal ini lokasi proyek jembatan Cibawor.
Tante Ana. Sekali
lagi Ahmad Tohari begitu cerdas mencipta tokoh yang berkarakter kuat
dan khas. Tokoh Tante Ana maupun Mak Sumeh hadir membawa corak yang
membuat konflik-konflik pada Orang-Orang Proyek mencair. Alunan
kecrek dan suaranya yang berat kelaki-lakian begitu menghibur para
pekerja proyek. Tante Ana mampu hadir sebagai penghibur kaum jelata
yang haus akan hiburan. Terkadang ia rela mengamen tanpa dibayar
recehan sekalipun oleh orang-orang proyek. Tante Ana merupakan
anomali dari wong cilik yang begitu sukarela berbagi kebahagiaan
dengan sesama. Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan Dalkijo
yang hidup mapan dan bergelimang kemewahan itu.
Walaupun tidak
sedalam karya fenomenalnya, Ronggeng Dukuh Paruk, namun saya pikir
Orang-Orang Proyek tetap memperlihatkan keberpihakan Ahmad Tohari
terhadap orang kecil. Sudah barang tentu tokoh Kabul merupakan
cerminan dari kegelisahan Ahmad Tohari terhadap para birokrat Orde
Baru yang semena-mena. Novel ini sangat cocok dibaca oleh semua
kalangan, terutama para mahasiswa yang harus senantiasa
memperjuangkan idealismenya dan menolak menyerah terhadap kemunafikan
di negeri ini.
- Sinopsis Bumi Manusia
Bumi
Manusia” karya yang begitu mengagumkan, di dalamnya begitu banyak
pesan yang disampaikan secara tersirat maupun tersurat. Pramoedya
Ananta Toer membuat ceritanya mengalir begitu saja dengan berbagai
konflik monumental. Buku yang pernah saya baca memang tidaklah
banyak, tapi sepanjang pengalaman saya dalam membaca buku, baru kali
pertama ini saya merasa benar-benar jatuh cinta pada buku. Kisah yang
disajikan berlatar pada akhir abad 19 menjelang abad 20, memuat
tentang keadaan sosial pada saat itu dengan segala permasalahan yang
ada. Alur ceritanya begitu menarik untuk diikuti, keadaan masyarakat
pada masa pemerintahan Hindia Belanda ia gambarkan dengan begitu
jelas. Berbagai permasalahan ia tuliskan dengan jelas hampir tanpa
celah. Dalam tulisannya sendiri ia mengisahkan tentang kisah cinta
antara seorang pribumi dengan gadis Indo keturunan Belanda. Minke.!!
seorang pribumi yang mempunyai pola pikir layaknya seorang Eropa, ia
memang bukanlah keturunan pribumi biasa, dalam darahnya masih
mengalir darah para raja jawa, tetapi dirinya sendiri sudah hampir
bukan seorang jawa, hanya tubuhnya saja yang jawa tetapi semua
pandangannya tentang hidup sudah benar-benar seperti pandangan
seorang Eropa, suatu hal yang tidak biasa pada zamannya. Ia adalah
pemuda yang cerdas, penyuka sastra, berbeda dengan pemuda lainnya
pada zamannya. Annelis Mellema, gadis yang begitu cantik, bahkan
dalam buku ini kecantikannya disebut-sebut melebihi kecantikan
daripada Ratu Nederland pada saat itu, Ratu Wilhelma. Ia merupakan
putri dari seorang “Nyai”, bukan seorang Nyai biasa, bukan hanya
seorang gundik yang seringkali dianggap menjijikan. Ia merupakan
putri dari seorang ibu yang luar biasa, seorang ibu yang begitu mampu
mengurusi banyak pekerjaan setelah Tuan Mellema, tuannya, suami tidak
sahnya, berubah menjadi “orang gila” orang yang sudah tidak
peduli pada apapun disekelilingnya. Annelis lebih memilih untuk
menjadi seorang pribumi seperti ibunya, walaupun ayahnya merupakan
seorang belanda, gadis ini begitu manja pada mamanya, sikapnya begitu
manis. Sangat bertolak belakang dengan sikap Annelis, abangnya,
Robert Mellema merasa bahwa dirinya seorang Belanda tulen dan ia
pun tidak menganggap Nyai sebagai ibunya, ia sangat mengagumi ayahnya
walaupun Ayahnya sendiri sudah tak perduli apapun lagi termasuk
dirinya.
Pramoedya
menuliskan kisah ini dengan sangat indah, kata-kata puitis bertebaran
disana-sini. Berbagai konflik terjadi, permasalahan disana-sini,
semua ia gambarkan dengan sangat nyata. Kisah dimulai dengan
keseharian Minke, seorang siswa H.B.S dengan berbagai kegiatannya,
kemudian digambarkan berbagai situasi pada masa itu, keseharian
masyarakat pada masa itu, semuanya diselipkan oleh Pramoedya dengan
begitu cerdas. Pada suatu waktu Minke diajak oleh temannya
Robert Suurhof untuk datang ke rumah temannya di wonokromo. Minke
sudah sering mendengar desas-desus tentang keberadaan satu keluarga
yang mempunyai perusahaan besar di wonokromo. Nyai Ontosoroh,
begitulah orang kampung menyebutnya, pemilik dari perusahaan besar
bernamaBoerderij
Boeitenzorg,
diisukan Nyai memiliki kekuatan magis yang membuat tuannya sendiri
bertekuk lutut padanya, selain itu nyai juga dikabarkan mempunyai
pengawal yang begitu menyeramkan, Darsam namanya. Disaat Minke terus
ketakutan memikirkan hal itu, tetapi tiba-tiba kereta kuda mereka
berhenti di depan gerbang sebuah rumah megah, lalu Robert Suurhof
mengajak turun. Dalam pikiran Minke berkecamuk, inikah rumah Nyai
Ontosoroh?, Robert Suurhof tidak peduli pada berita-berita itu karena
ia seorang totok, belanda tulen dan tidak pernah peduli dengan apa
yang dibicarakan oleh para pribumi. Mereka berdua masuk, dan dari
sinilah kisah cinta ini dimulai dengan berbagai konflik yang rumit
dan menegangkan.Walaupun buku ini memuat kisah cinta, tetapi buku ini tidak mengajarkan kita untuk menjadi cengeng karena sesuatu yang bernama “cinta”. Buku ini membuat kita seolah-olah berada pada masa itu, menyaksikan langsung berbagai peristiwa yang terjadi, membuka pikiran kita tentang kehidupan dalam masa pemrintahan Hindia Belanda atau hanya sebuah Penjajahan Oleh orang-orang Belanda?. Buku ini sesungguhnya memuat semua hal yang sering terjadi pada akhir abad 19 dan menjelang abad 20. Berbagai ketidak adilan yang dilakukan oleh kaum kolonial, kemunculan pemikiran-pemikiran tentang hutang budi belanda kepada Hindia, pemikiran-pemikiran untuk keadilan para pribumi, sikap masyarakat yang ada pada saat itu, teknologi yang berkembang pada saat itu, strata sosial yang ada pada saat itu, semuanya terbalut dengan indah dalam kisah cinta yang terjalin antara Minke dengan Annelis.Walaupun pada akhir kisah dalam buku ini bisa dibilang agak menyedihkan, tetapi buku ini adalah buku pertama dari empat rangkaian buku karya Pramoedya Ananta Toer, jadi kita belum bisa menyimpulkan akhir kisah hanya dengan membaca buku ini saja, ketiga buku lanjutannya adalah; Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Keempat buku ini pernah dilarang peredarannya oleh jaksa agung dari rentang waktu tahun 1981 hingga tahun 1988, entah apa alasannya, mungkin karena isinya yang dianggap tabu pada waktu itu, atau mungkin juga karena ada “alasan lain”. Selain empat rangkaian buku ini, karya-karyanya yang lain juga seringkali dilarang peredarannya, bahkan yang lebih parahnya tak jarang pula dibakar. Walaupun begitu saya kira buku ini sangat perlu untuk dibaca, menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang melewati hidup dengan berbagai permasalahannya yang pelik.
- Pembahasan
- Analisis Novel Orang-orang Proyek
Kekesaran gender
disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam
masyarakat. Sri, Mita, dan Sonah mereka merupakan tokoh yang
mengalami kekerasan dalam novel ini. Sri, Mita, dan Sonah mereka
menjadi pelayan warung di Mak Sunah, dalam hal ini mereka mengalami
kekerasan dalam hal Psikologi karena mereka masih dibawah umur dan
pelecehan seksual, mereka harus menahan godaan dari para pekerja
proyeks. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
“Mak Sumeh membawa
barisan pelayan warung; Sri, Mita, dan Sonah. Ketiganya baru belasan
tahun, tidakhanya pintar menjadi juru saji, melainkan juga pandai
menjual senyum” (OOP 2007:16).
Pada tokoh Wati juga
mengalami Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan
yang ada di dalam masyarakat. Wati mereka merupakan tokoh yang
mengalami kekerasan dalam novel ini. Dalam hal ini Wati mengalami
kekerasan dalam hal pelecehan seksual, tokoh Wati harus menahan
godaan dari para pekerja proyeks. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kutipan berikut ini:
“Atau menerima
Wati juga tidak salah, karena ternyata dia berhasil menghadirkan
keperempuan dalam lingkaran Proyek yang terasa sangat lelaki.
Pelaksana mandor, kuli, mesin molen, generator, batuk kali, godam,
pipa sampai besi beton, semua terasa keras dan kasar mewakili
kelakian” (OOP 2007:24).
Pada tokoh Tante Ana
juga mengalami Kekesaran gender disebabkan oleh ketidaksetaraan
kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Tante Ana sebenarnya laki-laki
tetapi dia mengubah dirinya menjadi wanita penghibur di dalam proyek
dalam. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
“Demi apa? Sangat
bolej jadi demi sepotong pengakuan bahwa dirinya perempuan meskipun
secara lahir dia laki-laki. Ah tante Ana, pengakuan itu tidak akan
kau dapat, kecuali sekedar untuk seloroh. Dan kepala Kabul terasa
berat” (OOP 2007:61”.
- Analisis Novel Bumi Manusia
Kekesaran
gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada di dalam
masyarakat. Annelies, Maiko, Min Hwa dan Sie-sie merupakan tokoh
yang mengalami kekerasan dalam novel ini. Annelies mengalami
kekerasan saat ia diperkosa oleh saudaranya sendiri yaitu Robert
Mellema. Robert melakukan hal tersebut tanpa kerelaan dari Annelies.
Padahal Annelies adalah adiknya sendiri. Namun, Robert tidak peduli
dengan perasaan dan sakit yang dirasakan Annelies. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
”Kemudian
ternyata olehku dia hendak perkosa aku, sebelum membunuh.
Ia
sobeki pakaianku. Mulutku tetap tersumbat. Dan kudaku
meringkik-ringkik keras. Betapa sekarang kupinta pada kudaku untuk
menolong.
Kubelitkan
kedua belah kakiku seperti tambang, tapi ia urai dengan lututnya yang
perkasa. Kecelakaan itu tak dapat dihindarkan.” (BM, 2010:362-363).
Juga
dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
“Tangannya
yang kotor memegangi bahuku dan aku marahi. Dia merangsang aku, Mas,
seperti kerbau gila. Karena kehilangan keseimbangan aku jatuh dalam
glagahan. Sekiranya waktu itu ada tunggul glagah tajam, matilah aku
tertembusi. Ia menjatuhkan dirinya padaku. Dipeluknya aku dengan
tangan kirinya yang sekaligus menyumbat mulutku. Aku tahu akan
dibunuh. Dan aku meronta, mencakari mukanya. Otot-ototnya yang kuat
tak dapat aku lawan. Aku berteriak-teriak memanggil Mama dan Darsam.
Suara itu mati di balik telapak tangannya. Pada waktu itu aku baru
mengerti peringatan Mama: Jangan dekat pada abangmu. Sekarang aku
baru mengerti, hanya sudah terlambat. Sudah lama Mama menyindirkan
kemungkinan dia rakus akan warisan Papa.”(BM, 2010:362).
Maiko,
Min Hwa dan Sie-sie yang berprofesi sebagai perempuan penghibur
sering menerima tindakan kekerasan saat mereka melayani tamu.
Kekerasan juga mereka terima dari Tuannya apabila pelanggan mereka
semakin berkurang, sehingga Tuannya marah dan melakukan kekerasan
sebagai hukuman atas berkurangnya pelanggan tersebut sehingga
pemasukan Tuannya semakin berkurang. Berikut kutipannya.
”Tetapi
kebanggaanku tidak terlalu lama umurnya. Hanya lima bulan. Majikanku,
orang Jepang itu, kemudian terlalu benci padaku. Aku sering
dipukulinya. Malah pernah aku disiksanya dengan sundutan api rokok.
Soalnya karena langgananku semakin berkurang juga.” (BM, 2010:252).
Juga dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
“Tiga
orang disingkirkan dari barisan. Ah Tjong memerintahkan pada para
perempuan sisanya, kecuali aku, untuk mengikat mereka dengan tali.
Mulut mereka disumbat. Ah Tjong sendiri yang menghajar tubuh mereka
dengan cambuk kulit, tanpa mengeluarkan suara dari mulut mereka yang
tersumbat dengan selendang.” (BM, 2010:255).
Banyak
orang yang menggunakan perempuan sebagai penghasilan dengan cara
mempekerjakan mereka sebagai pekerja seks komersial. Padahal semua
itu adalah sebuah pelecehan seksual terhadap kaum perempuan.
Pelecehan seksual bukanlah sebuah usaha untuk bersahabat, karena
tindakan tersebut tidak disenangi dan merugikan pihak perempuan.
Pelecehan seksual terhadap perempuan merupakan suatu tindakan
perendahan derajat kaum wanita. Kekerasan adalah serangan atau invasi
terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang (Fakih,
2008:17). Kekerasan terhadap jenis kelamin perempuan disebabkan
karena perbedaan gender. Hal tersebut mencakup kekerasan fisik
seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang
lebih halus seperti pelecehan dan penciptaan ketergantungan.
Perbedaan
gender dan sosialisasi gender yang amat lama, sehingga mengakibatkan
kaum perempuan secara fisik lebih lemah, maka hal tersebut mendorong
laki-laki boleh dan bisa seenaknya memukul dan memperkosa perempuan.
Banyak terjadi pemerkosaan perempuan justru bukan karena unsur
kecantikan, namun karena kekuasaan dan stereotipe gender yang lekat
pada kaum perempuan (Fakih, 2008:75).
Nyai
Ontosoroh juga mengalami subordinasi atau dianggap rendah posisinya
oleh Tuannya Herman Mellema sendiri saat ia menjadi seorang gundik,
Tuan Herman Mellema menganggapnya sebuah boneka. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut.
”Sayang,
sayangku, bonenakaku, sayang, sayang.” (BM, 2010:125).
Juga
terdapat dalam kutipan sebagai berikut.
”Layani
Nyaiku ini baik-baik!”(BM, 2010:126).
Subordinasi
lain yang dialami Nyai Ontorosoh saat ia tidak pernah mengecami
pendidikan formal seperti sekolah, hal tersebut terjadi karena
anggapan orang tuanya bahwa perempuan hanya perlu membantu dirumah
saja. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.
“Sekolah?”
ia menelengkan kepala seperti sedang mengintai langit, menjernihkan
ingatan. “Seingatku belum pernah.” (BM, 2010:105).
Annelies
sebagai tokoh pendamping juga mengalami subordinasi, dalam hal ini
Annelies mengalami subordinasi ketika ia dikeluarkan dari sekolah dan
tidak melanjutkannya lagi, ia juga bekerja di rumah membantu ibunya
yaitu Nyai Ontosoroh. Sehingga Annelies tidak dapat mengecam
pendidikan saat ia kecil seperti anak-anak lainnya. Hal tersebut
dapat diketahui dalam kutipan berikut.
“E.L.S.,
tidak tamat, belum lagi kelas empat.” (BM, 2010:35).
Sedangkan
Maiko, Sie-sie, Min Hwa, dan perempuan-perempuan yang dijadikan
pekerja seks oleh Ah Tjong di rumah plesirannya untuk memuaskan nafsu
para tamu yang datang berkunjung. Dijadikan sebagai pemuas nafsu
para tamu juga memandang rendah seorang perempuan. Berikut
kutipannya.
”Pelempuan-pelempuan
cantik begini hibulan hidup, Nyo. Sayang Sinyo tidak suka yang
Tionghoa,” ia tertawa menusuk,”Nah, ini kamal laja yang kumaksud.
Hanya Tuan Majool boleh pakai ini. Kebutulan dia sedang pigi ke
Hongkong.” (BM, 2010:249).
Di
sini jelas terlihat bahwa posisi perempuan sangat rendah dibandingan
dengan aki-laki, dimana banyak perempuan dijadikan sebagai perempuan
penghibur dan pemuas nafsu lelaki hidung belang. Padahal seorang
perempuan juga mempunyai harga diri, punya hak untuk hidup tanpa
menjadi budak nafsu seorang laki-laki.
- Perbandingan Novel Orang-orang Proyek dan Novel Bumi Manusia
NO
|
NOVEL
|
TOKOH
|
FEMENISME
|
NOVEL
|
TOKOH
|
FEMENISME
|
1
|
Bumi
Manusia
|
Annelies
|
Kekerasan
terhadap perempuan
|
Orang-orang
Proyek
|
Sri
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (pelcehan seksual dan psikologi) karena
bekerja di bawah umur.
|
2
|
Bumi
Manusia
|
Maiko
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (Fisik)
|
Orang-orang
Proyek
|
Mita
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (pelcehan seksual dan psikologi) karena
bekerja di bawah umur.
|
3
|
Bumi
Manusia
|
Sie-sie
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (fisik)
|
Orag-orang
Proyek
|
Sonah
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (pelcehan seksual dan psikologi) karena
bekerja di bawah umur.
|
4
|
Bumi
Manusia
|
Min
Hwa
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (Fisik)
|
|
Wati
|
Kekerasan
terhadapa perempuan (pelecehan seksual, karena harus menahan
godaan dari oranh pekerja proyek).
|
5
|
Bumi
Manusia
|
Nyai
Ontosoroh
|
Subordinasi
perempuan (perempuan yang dianggap rendah)
|
|
|
|
Daftar
Pustaka
Toer,
Pramoedya Ananta. 2010. Bumi Manusia. Jakarta: Lentera Dipantara.
Tohari,
Ahmad. 2007. Orang-orang Proyek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&sqi=2&ved=0CDMQFjAC&url=http%3A%2F%2Fpmiiunira.weebly.com%2Fuploads%2F5%2F4%2F0%2F5%2F5405201%2Fteori_gender_feminisme.doc&ei=TRt2UrHsB478rAfk_oGgAw&usg=AFQjCNFUrXfl62XOoVRIAv_O9LXjk7w4HA&bvm=bv.55819444,d.bmk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar